Senin, 14 Maret 2011

Ku Tolak Lamaranmu



Mereka, lelaki & perempuan, yang begitu berkomitmen dengan agamanya. Melalui ta'aruf yang singkat mereka memutuskan untuk melanjutkannya menuju khitbah. Sang lelaki sendiri, harus maju menghadapi lelaki lain: ayah sang perempuan. Dan ini, tantangan yang sesungguhnya. Ia telah melewati deru pertempuran semasa aktif di kampus, tetapi pertempuran yang sekarang amatlah berbeda. Sang perempuan, tentu saja siap membantunya. Memuluskan langkah mereka menggenapkan agamanya. Maka di suatu pagi, di sebuah rumah, seorang lelaki muda menghadapi seorang lelaki setengah baya, untuk 'merebut' sang perempuan muda, dari sisinya.

"Oh, jadi kau akan melamar anakku?" tanya sang laki-laki setengah baya.

"Iya, Pak," jawab sang pemuda.

"Engkau telah mengenalnya dalam-dalam?" tanya sang laki-laki setengah baya sambil menunjuk si perempuan.

"Ya Pak, sangat mengenalnya, " jawab sang pemuda mencoba meyakinkan.

"Aku tolak lamaranmu. Berarti engkau telah memacarinya sebelumnya? Tidak bisa. Aku tidak bisa mengijinkan pernikahan yang diawali dengan model seperti itu! Bukankah Islam tidak mengenal istilah pacaran?" balas sang laki-laki setengah baya.

Si pemuda tergagap, "Enggak kok pak, sebenarnya saya hanya kenal sekedarnya saja, ketemu saja baru sebulan lalu. Semenjak kami berkenalan, kami baru 3 kali bertemu."

"Aku tolak lamaranmu. Itu serasa 'membeli kucing dalam karung' kan, aku tak mau kau akan gampang menceraikannya karena kau tak terlalu mengenalnya. Jangan-jangan kau nggak tahu aku ini siapa?" balas sang setengah baya, keras.

Ini situasi yang sulit. Sang perempuan muda mencoba membantu sang lelaki muda. Bisiknya, "Ayah, dia dulu aktivis lho."

"Kamu dulu aktivis ya?" tanya sang setengah baya.

"Ya Pak, saya dulu sering memimpin aksi demonstrasi anti Orba di kampus," jawab sang pemuda, percaya diri.

"Aku tolak lamaranmu. Nanti kalau kamu lagi kecewa dan marah sama istrimu, kamu bakal mengerahkan rombongan teman-temanmu untuk mendemo rumahku ini kan?"

"Anu Pak, nggak kok. Wong dulu demonya juga cuma kecil-kecilan. Banyak yang nggak datang kalau saya suruh berangkat."

"Aku tolak lamaranmu. Lha wong kamu ngatur temanmu saja nggak bisa, kok mau ngatur keluargamu?"

Sang perempuan membisik lagi, membantu, "Ayah, dia pinter lho."

"Kamu lulusan mana?"

"Saya lulusan Matematika Sebuah Universitas Negeri ternama Pak. Universitas itu salah satu kampus terbaik di Indonesia lho Pak."

"Aku tolak lamaranmu. Kamu sedang menghina saya yang cuma lulusan SMA ini tho? Menganggap saya bodoh kan?"

"Enggak kok Pak. Wong saya juga nggak pinter-pinter amat Pak. Lulusnya saja tujuh tahun, IPnya juga cuma dua koma Pak."

"Lha lamaranmu ya kutolak. Kamu saja bego gitu gimana bisa mendidik anak-anakmu kelak?"

Bisikan itu datang lagi, "Ayah dia sudah bekerja lho."

"Jadi kamu sudah bekerja?"

"Iya Pak. Saya bekerja sebagai marketing. Keliling Jawa dan Sumatera jualan produk saya Pak."

"Aku tolak lamaranmu. Kalau kamu keliling dan jalan-jalan begitu, kamu nggak bakal sempat memperhatikan keluargamu."

"Anu kok Pak. Kelilingnya jarang-jarang. Wong produknya saja nggak terlalu laku."

"Lamaranmu tetap aku tolak. Lha kamu mau kasih makan apa keluargamu, kalau kerja saja nggak becus begitu?"

Bisikan kembali, "Ayah, yang penting kan ia bisa membayar maharnya."

"Rencananya maharmu apa?"

"Seperangkat alat shalat Pak."

"Aku tolak lamaranmu. Maaf, kami sudah punya banyak banget. Kalau tidak percaya, lihat saja di lemari".

"Tapi saya siapkan juga emas satu kilogram dan uang lima puluh juta rupiah Pak."

"Aku tolak lamaranmu. Kau pikir aku itu matre. Menukar anakku dengan uang dan emas begitu? Maaf anak muda, itu bukan caraku."

Bisikan itu datang lagi, "Dia jago IT lho Pak"

"Kamu bisa internet?"

"Oh iya Pak. Saya rutin pakai internet, hampir setiap hari lho Pak saya nge-net."

"Aku tolak lamaranmu. Nanti kamu cuma nge-net thok. Menghabiskan anggaran untuk internet dan nggak ngurus anak istrimu di dunia nyata."

"Tapi saya nge-net cuma ngecek imel saja kok Pak."

"Aku tolak lamaranmu. Jadi kamu nggak ngerti Facebook, Blog, Twitter, Youtube? Aku nggak mau punya mantu gaptek gitu."

Sang gadis berkata, "Tapi Ayah..."

Sang laki-laki paruh baya langsung berkata kepada laki-laki muda, "Kamu kesini tadi naik apa?"

"Mobil Pak."

"Aku tolak lamaranmu. Kamu mau pamer tho kalau kamu kaya. Itu namanya riya'. Nanti hidupmu juga bakal boros. Harga BBM kan makin naik."

"Anu saya cuma mbonceng mobilnya teman kok Pak. Saya nggak bisa nyetir"

"Aku tolak lamaranmu. Lha nanti kamu minta diboncengin istrimu juga? Ini namanya payah. Memangnya anakku supir?"

Sang gadis berkata, "Ayahh.."

Sang ayah berkata, "Kamu merasa ganteng ya?"

"Nggak Pak. Biasa saja kok"

"Aku tolak lamaranmu. Mbok yo kamu ngaca dulu sebelum melamar anakku yang cantik ini."

"Tapi pak, di kampung, sebenarnya banyak pula yang naksir kok Pak."

"Aku tolak lamaranmu. Kamu berpotensi menjadi playboy. Nanti kamu bakal selingkuh!"

Sang perempuan kini berkaca-kaca, "Ayah, tak bisakah engkau tanyakan soal agamanya, selain tentang harta dan fisiknya?"

Sang setengah baya menatap wajah sang anak, dan berganti menatap sang muda yang sudah menyerah pasrah.

"Nak, apa adakah yang engkau hapal dari Al Qur'an dan Hadits?"

Si pemuda telah putus asa, tak lagi merasa punya sesuatu yang berharga. Pun pada pokok soal ini ia menyerah, jawabnya, "Pak, dari tiga puluh juz saya cuma hapal juz ke tiga puluh, itupun yang pendek-pendek saja. Hadits pun cuma dari Arba'in yang terpendek pula."

Sang setengah lelaki setengah baya tersenyum, "Lamaranmu kuterima anak muda. Itu cukup. Kau lebih hebat dariku. Agar kau tahu saja, membacanya saja pun, aku masih tertatih."

Mata sang Pemuda ikut berkaca-kaca.
.


Mereka, lelaki & perempuan, yang begitu berkomitmen dengan agamanya. Melalui ta'aruf yang singkat mereka memutuskan untuk melanjutkannya menuju khitbah. Sang lelaki sendiri, harus maju menghadapi lelaki lain: ayah sang perempuan. Dan ini, tantangan yang sesungguhnya. Ia telah melewati deru pertempuran semasa aktif di kampus, tetapi pertempuran yang sekarang amatlah berbeda. Sang perempuan, tentu saja siap membantunya. Memuluskan langkah mereka menggenapkan agamanya. Maka di suatu pagi, di sebuah rumah, seorang lelaki muda menghadapi seorang lelaki setengah baya, untuk 'merebut' sang perempuan muda, dari sisinya.

"Oh, jadi kau akan melamar anakku?" tanya sang laki-laki setengah baya.

"Iya, Pak," jawab sang pemuda.

"Engkau telah mengenalnya dalam-dalam?" tanya sang laki-laki setengah baya sambil menunjuk si perempuan.

"Ya Pak, sangat mengenalnya, " jawab sang pemuda mencoba meyakinkan.

"Aku tolak lamaranmu. Berarti engkau telah memacarinya sebelumnya? Tidak bisa. Aku tidak bisa mengijinkan pernikahan yang diawali dengan model seperti itu! Bukankah Islam tidak mengenal istilah pacaran?" balas sang laki-laki setengah baya.

Si pemuda tergagap, "Enggak kok pak, sebenarnya saya hanya kenal sekedarnya saja, ketemu saja baru sebulan lalu. Semenjak kami berkenalan, kami baru 3 kali bertemu."

"Aku tolak lamaranmu. Itu serasa 'membeli kucing dalam karung' kan, aku tak mau kau akan gampang menceraikannya karena kau tak terlalu mengenalnya. Jangan-jangan kau nggak tahu aku ini siapa?" balas sang setengah baya, keras.

Ini situasi yang sulit. Sang perempuan muda mencoba membantu sang lelaki muda. Bisiknya, "Ayah, dia dulu aktivis lho."

"Kamu dulu aktivis ya?" tanya sang setengah baya.

"Ya Pak, saya dulu sering memimpin aksi demonstrasi anti Orba di kampus," jawab sang pemuda, percaya diri.

"Aku tolak lamaranmu. Nanti kalau kamu lagi kecewa dan marah sama istrimu, kamu bakal mengerahkan rombongan teman-temanmu untuk mendemo rumahku ini kan?"

"Anu Pak, nggak kok. Wong dulu demonya juga cuma kecil-kecilan. Banyak yang nggak datang kalau saya suruh berangkat."

"Aku tolak lamaranmu. Lha wong kamu ngatur temanmu saja nggak bisa, kok mau ngatur keluargamu?"

Sang perempuan membisik lagi, membantu, "Ayah, dia pinter lho."

"Kamu lulusan mana?"

"Saya lulusan Matematika Sebuah Universitas Negeri ternama Pak. Universitas itu salah satu kampus terbaik di Indonesia lho Pak."

"Aku tolak lamaranmu. Kamu sedang menghina saya yang cuma lulusan SMA ini tho? Menganggap saya bodoh kan?"

"Enggak kok Pak. Wong saya juga nggak pinter-pinter amat Pak. Lulusnya saja tujuh tahun, IPnya juga cuma dua koma Pak."

"Lha lamaranmu ya kutolak. Kamu saja bego gitu gimana bisa mendidik anak-anakmu kelak?"

Bisikan itu datang lagi, "Ayah dia sudah bekerja lho."

"Jadi kamu sudah bekerja?"

"Iya Pak. Saya bekerja sebagai marketing. Keliling Jawa dan Sumatera jualan produk saya Pak."

"Aku tolak lamaranmu. Kalau kamu keliling dan jalan-jalan begitu, kamu nggak bakal sempat memperhatikan keluargamu."

"Anu kok Pak. Kelilingnya jarang-jarang. Wong produknya saja nggak terlalu laku."

"Lamaranmu tetap aku tolak. Lha kamu mau kasih makan apa keluargamu, kalau kerja saja nggak becus begitu?"

Bisikan kembali, "Ayah, yang penting kan ia bisa membayar maharnya."

"Rencananya maharmu apa?"

"Seperangkat alat shalat Pak."

"Aku tolak lamaranmu. Maaf, kami sudah punya banyak banget. Kalau tidak percaya, lihat saja di lemari".

"Tapi saya siapkan juga emas satu kilogram dan uang lima puluh juta rupiah Pak."

"Aku tolak lamaranmu. Kau pikir aku itu matre. Menukar anakku dengan uang dan emas begitu? Maaf anak muda, itu bukan caraku."

Bisikan itu datang lagi, "Dia jago IT lho Pak"

"Kamu bisa internet?"

"Oh iya Pak. Saya rutin pakai internet, hampir setiap hari lho Pak saya nge-net."

"Aku tolak lamaranmu. Nanti kamu cuma nge-net thok. Menghabiskan anggaran untuk internet dan nggak ngurus anak istrimu di dunia nyata."

"Tapi saya nge-net cuma ngecek imel saja kok Pak."

"Aku tolak lamaranmu. Jadi kamu nggak ngerti Facebook, Blog, Twitter, Youtube? Aku nggak mau punya mantu gaptek gitu."

Sang gadis berkata, "Tapi Ayah..."

Sang laki-laki paruh baya langsung berkata kepada laki-laki muda, "Kamu kesini tadi naik apa?"

"Mobil Pak."

"Aku tolak lamaranmu. Kamu mau pamer tho kalau kamu kaya. Itu namanya riya'. Nanti hidupmu juga bakal boros. Harga BBM kan makin naik."

"Anu saya cuma mbonceng mobilnya teman kok Pak. Saya nggak bisa nyetir"

"Aku tolak lamaranmu. Lha nanti kamu minta diboncengin istrimu juga? Ini namanya payah. Memangnya anakku supir?"

Sang gadis berkata, "Ayahh.."

Sang ayah berkata, "Kamu merasa ganteng ya?"

"Nggak Pak. Biasa saja kok"

"Aku tolak lamaranmu. Mbok yo kamu ngaca dulu sebelum melamar anakku yang cantik ini."

"Tapi pak, di kampung, sebenarnya banyak pula yang naksir kok Pak."

"Aku tolak lamaranmu. Kamu berpotensi menjadi playboy. Nanti kamu bakal selingkuh!"

Sang perempuan kini berkaca-kaca, "Ayah, tak bisakah engkau tanyakan soal agamanya, selain tentang harta dan fisiknya?"

Sang setengah baya menatap wajah sang anak, dan berganti menatap sang muda yang sudah menyerah pasrah.

"Nak, apa adakah yang engkau hapal dari Al Qur'an dan Hadits?"

Si pemuda telah putus asa, tak lagi merasa punya sesuatu yang berharga. Pun pada pokok soal ini ia menyerah, jawabnya, "Pak, dari tiga puluh juz saya cuma hapal juz ke tiga puluh, itupun yang pendek-pendek saja. Hadits pun cuma dari Arba'in yang terpendek pula."

Sang setengah lelaki setengah baya tersenyum, "Lamaranmu kuterima anak muda. Itu cukup. Kau lebih hebat dariku. Agar kau tahu saja, membacanya saja pun, aku masih tertatih."

Mata sang Pemuda ikut berkaca-kaca.
.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar